Senin, 27 Februari 2012

Naik Rp1000, Tetap Stabil

Opsi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi tidak berdampak signifikan bagi perekonomian Sulsel. Ekonomi masyarakat bisa tetap stabil kendati kenaikannya mencapai Rp1000 per liter.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulsel, Zulkarnain Arief mengatakan, Sulsel memiliki potensi sebagai produsen yang tidak dimiliki negara lain. Kendati biaya produksi naik akibat kenaikan harga BBM, tetapi kegiatan ekspor juga memberi nilai tambah..

Zulkarnain yang juga menjadi juru bicara Kadin pada pertemuan membahas rencana pembatasan subsidi BBM di Komisi VII DPR-RI mengaku optimistis kenaikan harga BBM memberi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

"Pemerintah pernah menaikkan harga BBM hingga ke level Rp6000 dan semua kegiatan ekonomi tetap berjalan baik. Sekarang akan dinaikkan Rp1000 per liter menjadi Rp5500 dan dipastikan ekonomi juga tetap akan tumbuh positif," tuturnya.

Pengurangan subsidi BBM dengan opsi menaikkan harga sebesar Rp1000 per liter dinilai sebagai pilihan yang realistis dibanding membatasi subsidi BBM.

Memang, pembatasan subsidi BBM dengan menaikkan harga sebesar Rp3000 per liter untuk kendaraan pribadi, pengusaha, dan industri bisa menghemat atau mengurangi beban subsidi pemerintah hingga Rp100 triliun.

Namun, masalah lain juga bisa timbul di antaranya penyelundupan BBM dan kecurangan dengan dalih pengguna adalah untuk angkutan umum massal atau nelayan. Padahal, penggunaan untuk industri.

Opsi menaikkan harga BBM hingga Rp3000 per liter juga bisa mengurangi penggunaan BBM jenis premium dan beralih ke pertamax. Padahal, pertamax bukan produk dalam negeri, melainkan produksi luar negeri.

Zulkarnain menuturkan, opsi menaikkan harga BBM bisa menghemat keuangan negara dengan mengurangi subsidi hingga Rp48 triliun. Pengurangan subsidi ini bisa dialokasikan dengan memberikan subsidi langsung ke masyarakat dalam berbagai bentuk.

"Opsi menaikkan harga BBM kemudian pengurangannya untuk subsidi langsung yang kemungkinan akan diterapkan. Kemungkinannya masih akan dilihat dalam satu atau dua pekan ke depan," katanya.

Namun pastinya, subsidi BBM harus dihilangkan secara perlahan untuk menyelamatkan keuangan negara.

Terpisah, pengamat ekonomi Unhas, Dr Syarkawi Rauf mengemukakan, dua opsi yang dihadapi saat ini yakni pengurangan subsidi atau menaikan harga, membuat pemerintah dalam posisi yang dilematis.

Jika harga BBM dinaikkan maka itu akan memicu kenaikan harga seluruh kebutuhan masyarakat yang berakibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi ini bisa memicu peningkatan angka kemiskinan.

Sementara opsi mempertahankan subsidi menjadi beban APBN. "Beban subsidi tidak menentu dan pasti akan terus meningkat karena harga minyak dunia juga tidak menentu, yang pasti harga minya dunia terus naik," kata Syarkawi yang dihubungi via telepon malam tadi.    

Namun demikian, Syarkawi menilai akan lebih efektif jika pemerintah memilih untuk menaikkan harga dibanding mempertahankan subsidi yang kian membengkak. "Jika menaikkan harga maka pemerintah bisa leluasa membelanjakan anggaran subsidi yang mencapai 180 trilun untuk kepentingan pembangunan," jelasnya.

Tidak masalah, kata Syarkawi, jika pemerintah menaikkan harga hingga Rp500 per liter, dengan catatan pemerintah harus menyiapkan program untuk mengantisipasi dampak yang dirasakan oleh masyarakat kurang mampu.

Harga Tengah
Rencana pembatasan konsumsi BBM subsidi terus dimatangkan. Berbagai opsi pun bermunculan. Kini, salah satu yang menguat adalah munculnya opsi premium harga tengah untuk mobil pribadi.

Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha mengatakan, adanya premium harga tengah tersebut merupakan opsi yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan per 1 April 2012 nanti. "Intinya, untuk sepeda motor dan angkutan umum tetap Rp4.500 per liter, sedangkan untuk mobil pribadi Rp6.400 per liter," ujarnya kemarin.

Menurut Satya, harga Rp6.400 per liter tersebut berasal dari harga premium tanpa subsidi Rp8.000 per liter, dikurangi pajak BBM yang dibebaskan sekitar Rp1.600 per liter, sehingga harga premium menjadi Rp6.400 per liter. "Selama ini, pemilik mobil pribadi kan banyak yang keberatan jika diminta beralih ke Pertamax yang harganya Rp8.500 per liter. Nah, Premium Rp6.400 per liter ini bisa jadi jalan tengah bagi pemilik mobil pribadi, sehingga tidak terlalu memberatkan," terangnya.

Satya menyebut, skema ini berbeda dengan menaikkan harga BBM subsidi. Sebab, Premium subsidi untuk sepeda motor, angkutan umum, dan UMKM masih tetap Rp4.500 per liter. “Mobil pribadi kan tidak boleh mengkonsumsi premium subsidi, karena itu diberi opsi premium nonsubsidi dengan insentif pembebasan pajak.”

Menurut Satya, skema tersebut juga lebih fair karena rakyat yang tidak mampu tetap dapat membeli BBM dengan harga murah, dibandingkan jika kenaikan harga BBM diberlakukan untuk semua konsumen. "Dengan skema Premium harga tengah itu, penghematannya bisa sampai Rp12 triliun," sebutnya.

Selain itu, karena tidak menaikkan harga BBM subsidi, pemerintah dan DPR tidak perlu menunggu revisi UU APBN 2012 yang bakal membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Sehingga, tetap bisa dijalankan mulai 1 April 2012 nanti," ucapnya.

Keunggulan lain dari opsi ini, lanjut Satya, SPBU tidak perlu melakukan switching besar-besaran dari tanki Premium ke Pertamax. Sebab, SPBU masih bisa melayani mobil pribadi yang ingin membeli Premium nonsubsidi. "Jadi, sudah pasti bisa jalan. Tinggal dioptimalkan saja pengawasannya," ujarnya.

Sementara itu, peluang menaikkan harga premium untuk mengurangi subsidi BBM semakin menguat. Badan Pusat Statistik (BPS) menilai harga bensin premium bisa dinaikkan sebesar Rp500-Rp1000 per liter karena tidak akan mempengaruhi inflasi.

“Kalau inflasi bisa rendah terus (sama seperti tahun 2011-red) tidak usah khawatir menaikkan harga BBM. Tapi besarannya itu yang harus kita hitung dulu. Bisa Rp500, bisa Rp1.000 (per liter),” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik, Suryatmin di kantor Wakil Presiden Jl Merdeka Selatan kemarin. Namun begitu, dia menilai BPS perlu memiliki data yang lain untuk menunjang perhitungan itu.

BPS menilai, saat ini situasi cukup kondusif jika dipandang dari sisi laju inflasi yang rendah, yakni 3,79 persen hingga akhir 2011 lalu. Itu di bawah angka perkiraan pemerintah yang sama untuk tahun 2011 yaitu sebesar 5,3 persen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar